8/04/2012

Contoh Kasus Amdal di Indonesia


CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA
KASUS I


Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan. Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Semarang yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain itu, sejumlah industri di Semarang juga masih banyak yang belum secara rutin, yaitu enam bulan sekali, menyampaikan laporan kepada Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Semarang. “Kalau sebuah kawasan industri sudah beroperasi sebelum melakukan studi Amdal, Bapedalda tidak bisa berbuat apa -apa.
Kami paling hanya bisa mengimbau, tapi tidak ada tindakan apa pun yang bisa kami lakukan. Terus terang, Bapedalda adalah instansi yang mandul,” kata Mohammad Wahyudin, Kepala Sub -Bidang Amdal, Bapedalda Semarang, Kamis (1/8), di Semarang. Wahyudin menceritakan, kawasan industri di Jalan Gatot Subroto, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, misalnya, sejak beroperasi dua tahun lalu hingga saat ini belum mempunyai Amdal.
Padahal, menurut Wahyudin, salah satu syarat agar sebuah kawasan industri bisa beroperasi ialah dipenuhinya kewajiban melaksanakan studi Amdal. “Bapedalda berkali -kali menelpon pengelola kawasan industri tersebut, menanyakan kelengkapan dokumen Amdal mereka. Namun, sampai sekarang, jangankan memperoleh jawaban berupa kesiapan membuat studi Amdal, bertemu pemilik kawasan itu saja belum pernah,” ujarnya. Wahyudin menyayangkan sikap pihak berwenang yang tetap memberikan izin kepada suatu usaha industri atau kawasan industri untuk beroperasi walau belum menjalankan studi Amdal.
Menurut dia, hal ini merupakan bukti bahwa bukan saja pengusaha yang tidak peduli terhadap masalah lingkungan, melainkan juga pemerintah daerah. Sikap tidak peduli terhadap masalah lingkungan juga ditunjukkan sejumlah pemilik usaha industri ataupun kawasan industri dengan tidak menyampaikan laporan rutin enam bulan sekali kepada Bapedalda. Wahyudin mengatakan, kawasan industri di Terboyo, misalnya, tidak pernah menyampaikan laporan perkembangan usahanya, terutama yang diperkirakan berdampak pada lingkungan, kepada Bapedalda.
Hal serupa juga dilakukan pengelola lingkungan industri kecil (LIK) di Bugangan Baru. Keadaan tersebut, menurut Wahyudin, mengakibatkan Bapedalda tidak bisa mengetahui perkembangan di kedua kawasan industri tersebut. Padahal, perkembangan sebuah kawasan industry sangat perlu diketahui oleh Bapedalda agar instansi tersebut dapat memprediksi kemungkinan pencemaran yang bisa terjadi. Ia menambahkan, industri kecil, seperti industri mebel, sebenarnya berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan. Namun, selama ini, orang terlalu sering hanya menyoroti industry berskala besar.
(Kompas Agustus)



Pendapat saya :
-          Setelah saya membaca artikel diatas, baru saya tahu bahwa pelaksanaan studi Amdal di Indonesia masih diabaikan. Bukan saja para pengusaha yang mengabaikannya tetapi pemerintah daerah juga.
-          Kasus diatas merupakan salah satu pelanggaran Amdal yang seharusnya mendapat hukuman sesuai dengan UU dan PP tentang Lingkungan Hidup, tetapi tidak diperhatikan oleh pemerintah daerah.
-          Menurut saya, pemerintah daerah harus lebih memperhatikan hal ini. Setiap perusahaan yang mau melaksanakan kegiatan proyek atau usahanya harus melakukan studi Amdal lewat Bapedalda dan pemkarsa Amdal.
-          Juga bagi para pemilik perusahaan yang mau melaksanakan kegiatan proyek harus sadar akan pentingnya AMDAL, agar kegiatan tidak mengganggu lingkungan sekitar.
-          Masyarakat sekitar perusahaan juga harus berupaya untuk turut ikut serta dalam kegiatan Amdal yang dilakukan, karena ini akan menjamin keselamatan dan terpeliharanya lingkungan sekitar itu.
KASUS II
Sebanyak 575 dari 719 perusahaan modal asing (PMA) dan perusahaan modal dalam negeri (PMDN) di Pulau Batam tak mengantungi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) seperti yang digariskan. Dari 274 industri penghasil limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), hanya 54 perusahaan yang melakukan pengelolaan pembuangan limbahnya secara baik. Sisanya membuang limbahnya ke laut lepas atau dialirkan ke sejumlah danau penghasil air bersih. “Tragisnya, jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 274 perusahaan industri di Pulau Batam yang mencapai tiga juta ton per tahun selama ini tak terkontrol.
Salah satu industry berat dan terbesar di Pulau Batam penghasil limbah B3 yang tak punya pengolahan limbah adalah McDermot,” ungkap Kepala Bagian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam Zulfakkar di Batam, Senin (17/3). Menurut Zulfakkar, dari 24 kawasan industri, hanya empat yang memiliki Amdal dan hanya satu yang memiliki unit pengolahan limbah (UPL) secara terpadu, yaitu kawasan industri Muka Kuning, Batamindo Investment Cakrwala (BIC). Selain BIC, yang memiliki Amdal adalah Panbil Idustrial Estate, Semblong Citra Nusa, dan Kawasan Industri Kabil. “Semua terjadi karena pembangunan di Pulau Batam yang dikelola Otorita Batam (OB) selama 32 tahun, tak pernah mempertimbangkan aspek lingkungan dan social kemasyarakatan. Seolah-olah, investasi dan pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan segalanya.
Sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), maka pengelolaan sebuah kawasan industri tanpa mengindahkan aspek lingkungan, jelas melanggar hukum. “Semenjak Pemerintah Kota (Pemkot) Batam dan Bapedalda terbentuk tahun 2000, barulah diketahui bahwa Pulau Batam yang kita bangga-banggakan itu, kondisi lingkungan dan alamnya sudah rusak parah.
(Kompas, Maret)

Pendapat saya :
1.      Sama dengan kasus yang pertama, yakni masalah perusahaan yang tidak memilik studi Amdal. Padahal industri –industri ini merupakan industri penghasil limbah B3 yang sangat berbahaya bagi lingkungan, tumbuhan dan hewan, terlebih manusia.
2.      Perusahaan yang bergerak dalam bidang industri penghasil limbah B3, harus memiliki AMDAL. Studi Amdal akan menjamin keselamatan lingkungan sekitar.
3.      Perusahaan yang tidak memilik studi Amdal harus mendapat sanksi karena memang jelas itu melanggar hukum.
4.      Pemerintah harus bertindak tegas dalam hal ini. Jangan hanya karena faktor ekonomi, AMDAL diabaikan begitu saja.
5.      Bayangkan perusahaan-perusahaan tersebut menghasilkan sampah lebih dari 1 ton per hari. Apa itu sudah memenuhi kelayakan lingkungan jika tidak dilakukan pengolahan limbah atau sampah tersebut.
6.      Bayangkan jika sebagian besar perusahaan membuang limbahnya kedalam sungai atau laut, itu akan merusak dan mencemari tanah dan air. Terus akan berakibat bagi kehidupan manusia. Sekarang memang tidak begitu terasa tetapi pada masa yang akan datang baru kita tahu akibat yang akan ditimbulkannya.
7.      Nah, perusahaan dan industri didirikan dan beroperasi jangan hanya karena faktor ekonomi saja. Ketika melakukan sebuah kegiatan industri, perhatikanlah juga lingkungan sekitar yang akan menjadi bagian dari kegiatan tersebut. Dan itu bisa di tentukan dengan mengurus dan mempunyai studi AMDAL.

1 comment: